Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2020

Jangan Asal Lancar

Aturan dalam berkendara, selain lancar mengendarai maka harus menguasai rambu-rambu lalu lintas Jam 07.10 wib para santri dan santriwati telah memasuki ruang kelas. Jumlah kelompok binaan tilawati yang saya pegang ada 10 orang. Lima orang dari kelas 3D dan lima orang lagi dari kelas 3E. Doa sebelum belajar dan surat Al Fatihah selesai dibaca. Lanjut membaca peraga tiawati jilid 4. Memasuki baca simak, yaitu membaca buku tilawati jilid 4. Setiap santri dan santriwati membaca satu baris dalam satu putaran. Beberapa kali ada santri yang salah dalam membaca. Ada juga santri yang terburu-buru membaca sehingga terjadi kesalahan baik dalam makhrojnya maupun tajwidnya. Maka saya ilustrasikan seperti mengendarai kendaraan. Orang yang lancar mengendarai mobil atau motor maka orang tersebut harus menguasai rambu lalu lintas. Jika tidak dapat mengikuti aturan, maka bisa saja ia menabrak pejalan kaki yang sedang menyebrang. Ketika ada lampu merah menyala, ia terus melajukan kendaraannya.

Aku Bukanlah Dia

Aku akan menjadi Aku. Aku menerima masukan. Tapi tidak bisa mengubah Aku. Tolong. Jangan paksa aku untuk menjadi Dia. Aku adalah Aku. Dia bukanlah Aku. Biarkan Aku mencapai puncak langit dengan caraku. Bukan dengan caranya. Motivasi dengan membandingkan beda tipis. Tapi seringnya membandinganku dengan Dia yang berjalan lewat anak tangga yang lain. Aku memiliki tanggaku sendiri. Aku hanya butuh pegangan agar Aku dapat sampai ke puncak langit. Kau tahu, tanggaku dengan tangganya berbeda. Ada anak tangga miliknya yang tidak bisa Aku lalui dengan sempurna. Begitupun Dia. Tidak bisa menaiki anak tangga yang kumiliki. Karena hanya Aku yang tau cara menaikinya. Suntikan semangat mungkin akan lebih berarti daripada menjadikanku seperti Dia. #hati2memotivasi# #niatmotivasitapimalahmembandingka n# #masing2memilikikelebihandankekurangan# #menghargaiusahalebihbaikdaripadamencibirusahaoranglain# #yuksberbuatbaik# Ciputat, 31 Januari 2020

Semangat Belajar Al Quran

Pisau, semakin diasah semakin tajam Jika dibiarkan akan tumpul dan tak berguna Angin pagi membuat udara dingin menusuk tulang. Sehingga beberapa siswa ada yang memakai jaket untuk menghangatkan tubuhnya. Namun mereka tetap semangat menimba ilmu. Seperti biasa, jam pertama setelah baris di kelas belajar tilawati. Tilawati merupakan salah satu metode membaca Al-Quran yang diterapkan di Madrasah Pembangunan UIN Ciputat. Satu per satu langkah kaki mereka terdengar memasuki ruang kelas. Karena kelompoknya dibagi-bagi sesuai tingkatan mengajinya, maka saya diamanahkan membina jilid 4 di kelas 3. Hari Senin, hari dimana anak-anak tidak bertatap muka dengan saya untuk membaca tilawati. Sudahlah libur, di rumahpun tidak dibaca. Alhasil bacaannya menjadi kacau, banyak hukum tajwud yang ditabraknya. “Kalian tahu pisau?” tanya saya. “TAHUUUUU” serentak semua menjawab. “Pisau itu tajam, bisa digunakan untuk memotong sayuran. Tapi apa yang terjadi jika pisau itu tumpul?” saya bertanya lagi.

Lupa Cara Meminta

Katakanlah Muhammad Allah itu Satu Allah tempat bergantung segala sesuatu Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan Dan tidak ada yang bisa menyerupaiNya (terjemah surat Al Ikhlas ayat 1-4) Setiap orang memiliki mimpi yang ingin diwujudkan. Entah untuk dirinya, keluarganya, kehidupannya maupun untuk masa depannya. Segala bentuk ikhtiarpun dilakukan demi tercapainya sang impian. Jalan menggapai mimpi tak semudah membalik telapak tangan. Rintangan dan halangan ada saja menghampiri tikungan kehidupan. Sehingga kadang membuat kita lalai. Membuat kita lupa pada Dzat yang menciptakan tubuh ini dari setetes air hina. Kita terus mencari jalan keluar sendiri. Merasa diri paling benar. Merasa diri paling hebat. Merasa diri paling pintar. Dan merasa merasa yang lainnya. Kritikan dan saran dari orang terdekatpun diabaikan. Ketika hati dibutakan dunia maka gelap sudah cahaya hidayahNya. Kita lupa cara meminta. Kita lupa cara meminta yang benar. Kita lupa pada siapa seharusnya me

Hilang dalam Sekejap (4) Cinta yang Bersemi Tertiup Angin Senja

Awan senja menari dipelupuk mata Mengais kasih pada sinar jingga Yang mulai terbenam Surya menghujani Shaffa dengan puluhan pesan singkat. Seribu jurus rayuan gombal dikeluarkan. Berharap Shaffa mengurungkan niatnya untuk melanjutkan hubungan dengan Zein. Sehari, dua hari masih diabaikannya. Namun pesan singkat itu masih meluncur sampai 5 hari berturut-turut. Capek itu kala hati menahan emosi. Geram di dada ingin menghakimi dengan segala kata-kata keji. Begitulah suasana hati gadis sastra ini. Gerah dengan serangan dari pria berkacamata, Shaffa memutuskan untuk menemuinya. "Ga usah disamperin lagi cowok kayak gitu!", cegah sahabatnya, Eci. " Aku ga bakal ngapa-ngapain kok. Cuma pengen kasih pengertian ke dia dengan ngobrol empat mata", jelas Shaffa. "Kamu tuh ya, sensitif iya, keras kepala juga iya. Kalo dikasih tau ngeyel. Hmm... gimana kalo aku temenin? Boleh dong?" Eci yang kesal ingin menemani Shaffa. Khawatir ada hal-hal yang tidak diingink

Rindu yang Tertinggal

Biar camar meracau Biar merpati terbang tinggi Biar ombak menggulung pantai Biar rindu kian mengadu Fajar meredup Pijarnya enggan menyala Hanya gerimis, Senja kecewa Tiada lagi wajah sendu merindukannya Kecuali kau, Mentari menangis Tiada lagi cerah harapan tersisa Karena kau, Rembulan menghitam Air mata malam menghilang Bersama nyanyian jangkrik yang kelam Lima tahun Menahan gelora membuncah Lima tahun Kubenamkan asa Oh Tuhan Inikah takdirMu? Membawanya pulang Tanpa menemuiku? Angin berteriak Riuh mengguncang bumi, Menerbangkan kelopak mawar Dan debu tanah merah Rindu yang kubawa Untuk siapa? Rindu yang ku genggam Untuk siapa? Oh Tuhan Inikah takdirMu? Membawanya pulang Tanpa menemuiku? Sabtu, 16 November 2019 Pukul 22.00 WIB (Puisi sedang diikutsertakan ajang lomba Hut ke 5 Ellunar Publisher)

Hilang dalam Sekejap (3) Cinta yang Bersemi Tertiup Angin Senja

Luka tangan ada penawarnya, Luka hati terbawa sampai mati Malam kian larut. Eci mengingatkan Shaffa untuk melakukan solat istikharah. Dari mulai takbir hingga salam dilakukan Shaffa dengan khusyu. Lidahnya tak berhenti menyebut asma Allah. Berharap Allah akan mendengar pintanya. Agar pintu langit terbuka. Hingga tak ada lagi hijab antara dia dengan Rabb Pemilik Jagad Raya. Di kemelutnya angan, dia tumpahkan semua pada Tuhannya, "Ya Allah, rasa ini tlah ada sejak lama. Bertahun-tahun ku pendam. Kini, Kau bukakan jalannya. Kau hadirkan kembali Zein membawa rasa seperti rasaku. Namun, Kau hadirkan pula Surya. Sebenarnya apa yang ingin Kau tunjukkan padaku?" "Ya Rabbii, tunjukkanlah jalanMu yang lurus. Pilihkanlah pilihan terbaikMu dari yang terbaik. Hapus keraguan yang menyelimuti hatiku. Tetapkanlah hatiku dengan ketetapanMu. Jauhkanlah aku dari orang-orang yang ingin mencelakaiku. Aamiin". Setelah mencurahkan perasaannya, gadis penyuka warna merah muda

Hilang dalam Sekejap (2) Cinta yang bersemi tertiup angin senja

Mencoba sekuat batu karang Tuk arungi ombak kehidupan Panas matahari menambah panas air mata Shaffa. Obrolan dengan Zein beberapa menit lalu sungguh menusuk hatinya. Tak disangka Zein akan marah besar. Eci, sahabat yang dimintai tolong untuk menemani Shaffa tak berani bersuara. "Aku harus gimana Ci sekarang?" "Aku takut Surya ngelakuin macem-macem", adu Shaffa. "Menurut aku sih mending sekarang fokus dulu untuk ke bertemu ibunya Zein. Setelah itu baru kita pikirin lagi masalah yang tadi", saran Eci. Di dalam angkot, Shaffa lebih banyak diam. Menyiapkan kesan terbaiknya didepan ibu Zein nanti. Beruntung angkot yang ditumpangi tidak terlalu ramai. Eci mencoba mengembalikan suasana hati Shaffa meski cemas itu tetap terlihat. Satu jam perjalanan cukup untuk Shaffa menguasai diri. Merekapun berhenti tepat di sebuah toko sembako. Di sana  duduk seorang perempuan paruh baya dengan kerudung bergo cokelat. Shaffa dan Eci mengucapkan salam secara